Sekolah Dasar
Mengingat hal ini lucu juga;
Ketika aku kecil sudah bisa
membaca
Tak ingin bersekolah di TK
lama-lama
Segera SD saja kalau bisa
(Eh,
saat dewasa
Kau
tahu, aku menjadi guru Es Em Ka dan Te Ka)
Aku pun duduk di kelas satu dengan
bangga
Umur empat tahun lebih sudah
berseragam SD rupanya
Kok bisa?
Haha, karena ayahku kepala
sekolahnya
Tapi kemudian, aku duduk di kelas
satu untuk dua tahun lamanya
Sebab umurku masih terlalu muda
Saat itu, aku pindah sekolah
ketika naik ke kelas lima
Karena sering dikejar anjing tiap
pulang sekolah pakai sepeda
Padahal pedal sepeda sudah
kukayuh sekencang-kencangnya
Tapi apalah daya jika putus
rantainya
Akhirnya, rok merahku digigit
anjing di ujungnya
Biarlah sekolah di dekat rumah
saja
Asal tidak dikejar anjing setiap
harinya
Itulah kenapa sampai saat ini aku
masih phobia
Melihat anjing menyalak, lemas
lututku jadinya
Sepulang sekolah aku menjual kue
khas Jawa
Gethuk lindri itu namanya
Dengan taburan kelapa parut di
atasnya
Asli dibikin oleh ayah dari
ketela
Soal rasa, tentu saja juara
Karena tak ada duanya
Keliling-keliling desa aku
membawa
Dengan harga dua ratus lima puluh
rupiah per potongnya
Takut-takut aku pulang ke rumah
suatu ketika
Sebab kue-kue habis terjatuh saat
dibawa
Melintasi jembatan kayu dengan
nampan di atas kepala
Kata ayah,” Iya, tidak apa-apa.”
(Tumbang Samba, Mei 2017)
Sekolah Menengah Pertama
Saat itu hanya suka cita yang
dirasa
Selepas lulus SD, kedua orangtua
mengantarkanku sekolah ke provinsi tetangga
Itu atas permintaanku dan
didukung oleh kedua orangtua
Menuntut ilmu agama di sebuah
Pondok Pesantren di Martapura
Untuk menuju ke sana harus
melewati jalan yang sangat banyak kendala
Sudah begitu, perlu waktu satu
hari lamanya untuk sampai di tujuan sana
Setelah hampir sepekan lamanya
barulah terasa
Menjalani hari-hari dengan
suasana yang jauh berbeda
Tak ada rumah, orangtua dan juga
saudara
Rindu rasanya ingin segera
berjumpa
Namun apalah daya, hanya bisa
menangis sesenggukkan di bawah bantal sambil menatap foto dalam pigura
Ah, aku tak boleh lemah, bukankah
ini sudah menjadi cita-cita?
Selama di asrama aku jarang
mendapat kunjungan dari orangtua
Selain untuk menghemat biaya, itu
juga karena jauh jaraknya
Tak seperti teman yang lainnya,
pada jadwal kunjungan, orangtua mereka datang dan disambut dengan gembira
Sementara aku hanya bisa menatap dengan
sedih dari balik jendela
Untuk mengobati kerinduan, aku
antre di wartel pondok berjam-jam lamanya dengan rela
Sekadar mengabarkan keadaan,
kemudian meminta kiriman bulanan, namun tak dapat berbicara lama-lama
Sebab antrean selanjutnya sudah
menggedor-gedor pintu wartelnya
Sebelum adanya telpon yang terpasang
di rumahku sana
Hanya dengan surat yang
dititipkan lewat supir travel yang menjadi media
Mengabarkan keadaan dan uang
bulanan yang hendak tiada
Ya, semacam cerita Alif dalam
film Negeri Lima Menara
Pernah suatu ketika, kabarku
dimuat di koran lokal yang cukup ternama
Supir travel kemudian membawanya
ke desa
Terkejut-kejut ibuku mendengarnya
Dikiranya aku kecelakaan atau ada
musibah yang menimpa
Ternyata, tentang sebuah acara
dan aku sebagai MC-nya dengan menggunakan tiga bahasa
Bahasa Arab, Inggris, dan
Indonesia
Ssstt... kau tahu, itu ada
teksnya... hahaha...
(Tumbang Samba, Mei 2017)
Sekolah Menengah Atas
Ini tentang masa-masa remaja yang
penuh warna
Berjuang untuk menggapai asa dan segala
cita-cita
Ikut organisasi English Club hingga Palang Merah Remaja
Suatu ketika saat mengikuti
sebuah lomba
Berkemah di alam terbuka dan
mendirikan tenda-tenda
Aku dan teman berjuang semampunya
Membuat tandu kemudian mengikat
tali-talinya
Namun apalah daya, kami tak dapat
juara
Tapi pengalaman itu yang lebih
utama
Walau dalam lomba aku hanya
menjadi pasiennya
Sebab saat itu badanku terbilang
kecil saja
Tapi dua kali kepengurusan Palang
Merah Remaja, aku yang menjadi ketua
Hahaha...
English
Club juga sebagai salah
satu sarana
Sarana aku untuk mengasah
kemampuan berbahasa
Walau tak menjadi Best Speaker setiap kalinya
English
Club dibimbing langsung
oleh Mister yang baik hati dan jenaka
Diberinya kami cinderamata berupa
gantungan kunci Menara Kembar dari Malaysia
Atau cokelat putih yang enak
rasanya
Hi
Mister, apa kabarnya?
Menjelang kelas akhir SMA
Kami dihadapkan dengan Ujian Nasional,
kelulusan yang ditentukan standar nilainya
Segala usaha dan doa sudah
terlaksana
Dan alhamdulillah akhirnya lulus
juga, dengan nilai yang pas-pasan saja
Saatnya melanjutkan pendidikan
berikutnya
Kemudian aku pun menjadi dilema
Kuliah di jurusan apa dan di mana
Berbagai beasiswa sudah dicoba
Qadarullah, belum satupun yang diterima
Akhirnya aku mengikuti SBMPTN,
Pendidikan Kimia pilihan pertama dan Pendidikan Fisika pilihan kedua
Dan ternyata aku berjodoh dengan
pilihan kedua
Oh Fisika, bismillah kujalani saja
(Tumbang Samba, Mei 2017)