Sepilihan Sajak: Hujan Bulan Juni





Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(1989)
 



Pada Suatu Hari Nanti

pada suatu hari nanti

jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari

(1991)


Aku Ingin
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(1989)



Dalam Diriku
                                                                        Because the sky is blue
                                                                        It makes me cry
                                                                        (The Beatles)
dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma;
hidup namanya!
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya

(1980)



Sajak Desember

kutanggalkan mantel serta topiku yang tua
ketika daun penanggalan gugur:
lewat tengah malam. Kemudian kuhitung
hutang-hutangku pada-Mu

mendadak terasa: betapa miskinnya diriku;
di luar hujan pun masih kudengar
dari celah-celah jendela. Ada yang terbaring
di kursi, letih sekali

masih patutkah kuhitung segala milikku
selembar celana dan selembar baju
ketika kusebut berulang nama-Mu: taram-
temaram bayang bialala itu

(1961)



Hujan Turun Sepanjang Jalan
hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali

tak ada yang menolaknya. Kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru
(1967)



Sonet: X
siapa menggores di langit biru
siapa meretas di awan lalu
siapa mengkristal di kabut itu
siapa mengertap di bunga layu
siapa cerna di warna ungu
siapa bernafas di detak waktu
siapa berkelebat setiap kubuka pintu
siapa mencair di bawah pandangku
siapa terucap di celah kata-kataku
siapa mengaduh di bayang-bayang sepiku
siapa tiba menjemputku berburu
siapa tiba-tiba menyibak cadarku
siapa meledak dalam diriku
 : siapa Aku

(1968)


Sonet : Y
walau kita sering bertemu
di antara orang-orang melawat ke kubur itu
di sela-sela suara biru
bencah-bencah kelabu dan ungu
walau kau sering kukenang
di antara kata-kata yang tlah lama hilang
terkunci dalam bayang-bayang
dendam remang
walau aku sering kausapa
di setiap simpang cuaca
hijau menjelma merah menyala
di pusing jantra
: ku tak tahu kenapa merindu
  tergagap gugup di ruang tunggu

(1968)



Cahaya Bulan Tengah Malam
aku terjaga di kursi ketika cahaya bulan jatuh di wajahku dari
        genting kaca
adakah hujan sudah reda sejak lama?
masih terbuka koran yang tadi belum selesai kubaca
terjatuh di lantai; di tengah malam itu ia nampak begitu dingin
        dan fana                                           

(1971)





  
Biodata Penulis
Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, 20 Maret 1940. Ia menulis puisi sejak tahun 1957 ketika menjadi murid SMA tetapi baru menerbitkan puisi pertama, duka-Mu abadi, tahun 1969. Sajak-sajaknya telah diterbitkan ke dalam beberapa bahasa. Pada 1998 sampai dengan 2012 terjemahan sejumlah sajaknya dalam bahasa Inggris terbit berturut-turut Watelcolor Poems, Suddenly the Night, dan Before Dawn.

0 Comments:

Posting Komentar

Create ur Comment