Puisi: Teruntai Kata Untukmu, Mesir


Apa yang membuat mereka dapat bertahan?
Di antara airmata, darah yang selalu berkucuran
Dan nadi yang tak pernah diketahui sampai kapan akan berdenyut
Ternyata Allah berada di hati- hati mereka yang bersih

Bukanlah sandiwara atas kain kafan yang mereka bawakan
Lantas untuk mengkafani jasad mereka sendiri yang bisa saja terbunuh
Sebab syahid di jalanNya adalah yang mereka cinta dan citakan

Rabea el Adawea, Nahda Square, Ramsis Square dan Giza Square akan menjadi saksi
Sebagai tempat jutaan gelombang massa pro legitimasi Mursi melakukan revolusi
Meminta pemimpin mereka yang hafal Al Qur’an itu untuk kembali
Tak gentar menghadapi junta militer Mesir yang tak memiliki belas kasih
Maju terus dengan menyuarakan kebenaran
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar

Kemanusiaan seperti apa yang kumiliki?
Ketika sampai padaku tentang pembantaian yang terjadi
Ketika sampai padaku berita subuh berdarah
Atau sama sekali tidak tahu
Apa itu subuh berdarah?

Akan kukabarkan peristiwa ini kepada segenap insan semampuku
Kemudian terlantunkan do’a- do’a penuh kasih kepada Rabbku
Agar mereka yang gugur di jalanNya mendapatkan tempat terindah di sisiNya
Dan kepada diriku yang belum ada apanya
Berharap semoga dapat bersua kelak di jannahNya

Palangkaraya, 14 Juli 2013
5 Ramadhan 1434 H

Putusan Karakoush (Cerita Rakyat dari Mesir)


Apabila ada putusan-putusan hukum yang aneh, janggal, ganjil, dan menggelikan serta tidak masuk akal, orang lazim mengucapkan sebuah peribahasa yang berbunyi," Seperti putusan Karakoush!"

Asal mula peribahasa itu dapat terlihat dalam cerita berikut.

Pada suatu hari ada seorang pencuri yang masuk ke rumah orang dengan maksud mencuri. Pencuri itu memanjat tembok pekarangan rumah, ia langsung menuju sebuah jendela dan mencongkelnya dengan sekuat tenaga. Rupanya jendela itu tidak begitu kokoh sehingga jendela itu langsung terbuka dan roboh. Sementara itu, pencuri terbawa oleh tenaganya sendiri sampai jatuh berguling-guling dan kakinya patah. Pencuri itu pulang tertatih-tatih dengan kaki pincang. Ia tidak jadi mencurinya.

Besoknya, pencuri itu berjalan dengan timpang karena kakinya sakit. Pencuri itu menghadap wali negara yang bernama Karakoush. Pencuri itu memperlihatkan kakinya yang patah sambil berkata," Yang mulia tuanku, pekerjaanku adalah mencuri. Kemarin aku masuk ke rumah orang dan ketika kucongkel jendelanya, tiba-tiba jendela itu roboh. Aku terguling-guling ke dalam dan kakiku patah!"

Setelah mendengar kisah itu, Karakoush berteriak pada pesuruh pengadilan supaya pemilik rumah itu dibawa ke hadapannya. Si pemilik rumah kaget, bingung dan cemas karena tidak tahu apa kesalahannya sampai ia harus berurusan dengan pengadilan. Dengan perasaan takut dan tubuh yang gemetar, ia digiring oleh pesuruh pengadilan dan dihadapkan pada wali negara.

Karakoush menceritakan kejadian yang menimpa si pencuri, kemudian ia berkata," Lihat kakinya yang patah! Mengapa kamu mempunyai jendela yang tidak kokoh sehingga roboh dan mencelakakan kaki pencuri ini?"

Si pemilik rumah kini tahu permasalahannya. Namun, ia heran dan bingung mengapa dirinya yang disalahkan. Kemudian sejak kapan seorang pencuri mempunyai hak perlindungan atas kecelakaan yang menimpanya pada saat ia melakukan kejahatan? Pemilik rumah itu maklun bahwa ia berhadapan dengan Karakoush wali negara. Melawan dan berbantahan dengannya akan membuat nasibnya lebih celaka lagi. Setelah berpikir sebentar, ia berkata," Tuanku yang mulia, rumah itu memang benar rumahku, tapi mengenai jendela yang tidak kokoh, itu bukan salahku. Aku telah memberi upah yang lebih dari cukup kepada tukang kayu, untuk membuat jendela yang bagus dan kokoh.

"Kalau begitu, bawa tukang kayu ke hadapanku!" perintah Karakoush.

Tukang kayu datang dengan tergopoh-gopoh. Setelah duduk dihadapannya, Karakoush berkata," Menurut pemilik rumah ini, kau telah diberi upah yang lebih dari cukup untuk membuat jendela yang bagus dan kokoh. Benarkah?"

Tukang kayu dengan wajah yang bingung menoleh ke arah pemilik rumah yang ditunjukkan oleh Karakoush. Kemudian ia berkata," Benar, Tuanku yang mulia."

"Mengapa kamu membuat jendela yang tidak kokoh sehingga mencelakakan si pencuri ini sampai kakinya patah ketika ia hendak masuk?"

Muka tukang kayu berubah menjadi pucat. Ia sangat ketakutan mendengar tuduhan Karakoush yang tidak disangka-sangkanya. Ia kaget dan heran, mengapa dalam kejadian itu dirinya yang disalahkan. Namun, ia maklum bahwa tak ada gunanya untuk berbantahan dengan Karakoush. Bisa-bisa ia akan dijatuhi hukuman yang sangat berat.

Kemudian ia berpikir sejenak lalu ia menjawab," Tuanku yang mulia, jendela yang tidak kokoh mungkin terjadi karena tidak terpaku kuat, tetapi itu bukan kesalahanku. Pada waktu itu aku sedang memaku, tiba-tiba lewat seorang wanita cantik memakai baju warna merah. Perhatianku jadi tertuju pada wanita cantik yang berbaju merah itu, menyebabkan paku yang kupalu menjadi bengkok!"

Karakoush menanyakan siapa nama wanita itu dan memerintahkan agar wanita itu dipanggil saat itu juga.

Wanita itu datang dan wali negara mengulang kembali cerita tukang kayu. Wali negara itu menerangkan kalau wanita itu tidak cantik dan tidak memakai baju merah, maka tukang kayu tidak akan buyar perhatiannya. Tentunya jendela akan terpaku kuat dan pencuri tidak akan terjatuh serta kakinya tidak akan patah.

Atas tuduhan wali negara, wanita itu menjawab dengan tersenyum," Kecantikanku adalah anugerah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Namun, kalau baju merah aku mendapatkannya dari tukang celup. Ia yang memberi warna merah pada bajuku, sehingga menarik perhatian tukang kayu!"

"Bawa tukang celup, segera!" teriak Karakoush.

Beberapa menit kemudian datanglah tukang celup dengan badan yang gemetar. Kemudian ia duduk bersimpuh di hadapan Karakoush.

"Kamu yang suka memainkan warna-warna celupan! Mengapa baju wanita ini kau beri warna merah, sehingga menarik perhatian si tukang kayu. Harus kamu ketahui bahwa karena memerhatikan wanita itu menyebabkan paku menjadi bengkok sampai berakibat jendela menjadi goyah dan mencelakakan pencuri ini. Kakinya patah ketika ia mencongkel jendela hendak masuk!"

Tukang celup terkejut bukan main. Saking terkejutnya ia tak bisa berkata apa-apa. Dengan suara terbata-bata ia mengemukakan berbagai alasan. Namun sayangnya tidak satupun alasan yang dapat diterima oleh Karakoush yang tak kenal belas kasihan itu. Akhirnya Karakoush berseru," Bawa tukang celup ini. Gantunglah ia di pintu penjara!"

Pasrah saja si tukang celup ketika digiring menuju pintu penjara untuk digantung. Namun, karena tukang celup itu adalah orang yang tinggi, maka ia tidak dapat digantung. Pintu penjara terlalu rendah baginya. Pesuruh wali negara berlari kembali mengatakan bahwa tukang celup tidak dapat digantung, karena ia terlalu tinggi untuk pintu penjara.

Karakoush tidak mau menerima kegagalan putusannya begitu saja. Ia berteriak lagi," Carilah tukang celup yang lebih pendek dan gantung dia, untuk menggantikan orang itu!"

Pergilah pesuruh-pesuruhnya menjalankan perintah untuk mencari tukang celup dan mereka menemukan seorang tukang celup yang lebih pendek. Orang ini membantah dan meronta-ronta karena ia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Namun upanya sia-sia. Tukang celup pendek itu diseret paksa menuju pintu penjara dan kemudian digantung.

Demikianlah kalau suatu putusan atau jalan pikiran sampai menimbulkan akibat yang bodoh dan bisa mencelakakan orang yang tak bersalah. Sedangkan orang yang benar-benar bersalah dibiarkan lepas bebas, orang akan berkata," Seperti putusan Karakoush!"

Kamis-Jum'at, 19-20 Januari 2017
Cerita ini saya sadur dari buku Cerita Rakyat Dunia dengan penerbit Acarya Media Utama.

Yunia Praptawati